Setelah Mutasi Tugas Jabatan
Dalam organisasi, proses mutasi adalah hal biasa dan memang keharusan untuk dilakukan demi percepatan kinerja organisasi. Mutasi hanya diartikan perpindahan SDM dari jabatan lama ke jabatan baru. Bisa berpindah jenjangnya saja dengan jenis tugas sama atau berpindah tugas pada jenjang jabatan yang sama atau bisa juga berpindah dari/menuju tugas baru pada jenjang yang juga berbeda.
Mutasi yang tidak mengubah jenjang dikenal dengan sebutan rotasi. Adapun mutasi yang berubah jenjang terbagi dua. Jika jenjang menaik disebut promosi, jika menurun disebut demosi. Jika jenis tugas berubah tetapi jenjangnya sama dikenal rotasi-horizontal, jika jenjang dan tugasnya sama-sama berubah disebut promosi atau demosi diagonal. Kesemua istilah perpindahan tugas jabatan bermuara pada istilah mutasi.
Tidak perlu menghabiskan waktu berkisah tentang apa yang terjadi sebelum mutasi karena pada ujungnya jawaban paling nyaman bagi semuanya hanya bertumpu pada satu kata, "taqdir". Cukup berpegang pada dogma bahwa ketetapan NYA atau takdir harus kita yakini sebagai kejadian atau keadaan yang terbaik untuk kita terima.
[baca artikel terkait: Ketetapan NYA Selalu Yang Terbaik]
Hal paling penting, layak direnungkan, dan pantas serta bermanfaat untuk segera dipikirkan dan dikerjakan adalah apa dan bagaimana setelah mutasi tugas jabatan itu terjadi. Dalam bahasa lainnya, masa lalu tidak lagi layak untuk digunjingkan karena ada masa kini untuk dijalani dan masa depan untuk dihadapi.
Mutasi tugas jabatan membuat pelaku dan sekitarnya menghadapi sebuah kondisi transisi yang berbentuk penyesuaian. Kebiasaan, ritme kerja, bahkan sampai arah dan skema teknis pekerjaan yang bagi person yang mengalami mutasi harus segera menyesuaikan diri dan bagi berbagai pihak yang menerima kehadiran SDM baru itu pun harus mulai menyesuaikan diri menerima kehadiran SDM baru itu.
Disinilah konteks penyesuaian paska mutasi tugas jabatan hendak diletakan. Bukan hanya SDM yang mengalami mutasi itu yang harus segera menyesuaikan diri, tetapi lingkungan di sekitar SDM baru itu bertugas juga akan mengalami penyesuaian dengan sendirinya.
Durasi Jeda Penyesuaian
Dinamis adalah karakter dasar organisasi. Rodanya harus terus berputar, bergerak menuju titik target tujuan yang telah ditetapkan dalam visi, misi, dan orientasi organisasi. Penataan SDM di internal organisasi sejatinya untuk menyegarkan kembali roda organisasi yang berpotensi aus karena kejenuhan dan faktor lainnya. Penataan SDM adalah mekanisme standar organisasi agar bergerak lebih cepat, lebih baik. Penataan SDM bukan alasan untuk menurunkan aspek speed of organizational dynamic.
Andaikan diperlukan penyesuaian paska penataan SDM, hal itu tidak bisa memakan waktu terlalu banyak karena setidaknya ada beberapa argumen yang memaksa agar durasi jeda penyesuaian itu harus sangat efektif.
Pertama, organisasi dibentuk bukan untuk organisasi, tapi untuk melayani stakeholders. Lebih mudahnya, organisasi adalah provider (penyedia), adapun yang diluar organisasi adalah user (pengguna). Tidak mungkin provider provides something for himself. Dalam konteks itu, kebutuhan user pada produk dari provider tidak bisa ditunda karena alasan terjadinya perubahan konfigurasi SDM semisal mutasi di internal provider. Kira-kira sesederhana itu.
Kedua; penataan SDM berbasis puzzle kompetensi. Mutasi bukan karena likes-dislikes, bukan parkir, tetapi ada 'sesuatu' yang dimiliki oleh SDM yang dimutasi itu yang diharapkan dapat menutupi kekurangan dan/atau mengoptimalkan kelebihan yang ada pada unit baru tempat mutasinya. Konsep puzzle kompetensi ini kami uraikan sebelumnya pada catatan sebelumnya (klik link disini), namun jika diuraikan sederhana kaitan dengan ringkasnya 'durasi' penyesuaian seseorang pada jabatan barunya adalah karena sesungguhnya jabatan publik tidak elok jika dijadikan ajang belajar bagi SDM yang benar-benar tidak memiliki 'sesuatu' yang mengindikasikan ia akan ikut menyukseskan kinerja unit barunya.
Ketiga, perbedaan konten obyek tugas fungsi hanya berada pada ranah kompetensi teknis yang dapat dipelajari dengan mudah. Tidak sedikit jabatan memiliki konten obyek tugas fungsi yang sama hanya beda luas wilayah dan volumenya saja, misalkan Kepala Kantor Urusan Agama se-Indonesia yang tersebar (pada saat tulisan ini ditulis) di 5.972 kecamatan. Kesemua Kepala KUA tersebut memiliki konten obyek tugas fungsi yang sama, yang berbeda hanya luas wilayah kecamatan dan volume penggunaan layanannya saja. Namun, terdapat juga jabatan yang betul-betul memiliki konten obyek tugas fungsi yang berbeda dan spesifik seperti jabatan semisal Kepala Subdirektorat Kepenghuluan pada Direktorat Bina KUA dan Keluarga Sakinah Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama RI. Tidak ada jabatan yang sama seperti itu di wilayah lainnya, hanya ada satu subdit kepenghuluan dan hanya ada disitu satu-satunya.
Melihat sekilas pilahan kompetensi teknis dalam dua kategori tersebut, maka tidak ada alasan meminta waktu adaptasi berkepanjangan jika ternyata yang membedakan antara jabatan sebelumnya dengan jabatan saat ini hanya soal teknis pengetahuan yang mudah dipelajari dalam waktu yang cepat.
Bisa jadi masih banyak alasan lainnya yang mematahkan rencana berlama-lama di masa adapatasi pada jabatan baru dan menuntut pejabat baru tidak membuat unit yang baru ditempatinya itu terhenti (waqaf), tapi cukup berhenti sejenak (saktah) dan lanjutkan tahapan pekerjaan.
Lalu apakah tidak lanjut saja langsung tanpa berhenti sedetikpun (washal), silahkan anda pikir sendiri apakah anda tidak punya "sesuatu yang lain" sehingga harus menggantikan pejabat lama? Kalau ternyata begitu, kasihan sekali anda. Hanya pemain pengganti, tanpa gagasan terbarukan.
Sruput dulu kopinya,
Wassalam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar