Senin, 03 Januari 2022

Nilai Dasar ASN dan Relasinya dengan Politik

Aparat Sipil Negara, selanjutnya disingkat ASN, dimaknai sebagai warga negara Indonesia yang bekerja pada instansi pemerintah dengan spesifikasi tugas tertentu sehingga ditempatkan pada jenjang dan jenis jabatan tertentu. WNI yang berstatus ASN tersebut tetap memiliki hak politik sama dengan WNI lainnya yang non-ASN dengan beberapa pembatasan yang diakibatkan oleh peran, tugas, fungsi, dan tanggungjawab yang melekat kepadanya. Catatan ini hendak mengurai tentang positioning antara pelaksanaan tugas seorang ASN dalam hubungannya dengan pelaksanaan program pemerintah yang dijalankan oleh pejabat petahana yang notabene hasil dari proses politik.

Politik seolah menjadi zona merah bagi pegawai kantor ber-plat merah. Alih-alih mempertegas garis antara politik praktis dan tugas fungsi ASN, justru arsiran diantara dua entitas dibuat abu-abu sampai-sampai terbangun asumsi bahwa membicarakan hubungan antara keduanya secara blak-blakan itu tabu. 

Strong statement yang perlu dicatat di awal catatan ini adalah bahwa ASN tidak berpolitik praktis, tetapi ASN punya hak politik yang sama dengan warga non ASN dengan batasan-batasan tertentu yang jelas dan tegas.

Politik secara umum adalah "the set of activities that are associated with making decisions in groups, or other forms of power relations between individuals, such as the distribution of resources or status". Dengan makna umum itu, maka keseluruhan kita, manusia, itu berpolitik atau melakukan aktivitas politik. Maknanya jadi berbeda ketika bersentuhan dengan partai politik.

Politik praktis bukanlah politik dalam makna umum yang universal. Politik praktis terkonsentrasi pada aktivitas politik yang ditandai dan bermula dari kehadiran institusi yang bekerja pada sektor tersebut, yaitu partai politik dan proses formal kontestasi politik.

Individu yang berstatus ASN tidak berpolitik praktis itu selama ia masih menyandang status ASN. Saat status itu terlepas karena proses pemberhentian atau pemensiunan, maka hak politik praktis pada individu tersebut kembali diperbolehkan. Status ke-ASN-an seseorang itu tidak berhenti meskipun diluar jam kerja, termasuk pada hari libur. Larangan berpolitik praktis tetap berlaku bagi ASN sepanjang waktu selama masih dalam kurun waktu yang bersangkutan berstatus ASN.

Dalam batasan tertentu, ASN tetap memiliki hak politik sebagaimana WNI lainnya. Munculnya pemisahan ASN dan Non-ASN dalam hal hak politik dengan klausul "batasan tertentu" tersebut bukan merupakan area yang tidak dapat didiskusikan sehingga harus diterima begitu saja sehingga cukup dengan kalimat arogan "Sudah demikian diatur regulasi, jangan dibantah!". 

Salah satu prinsip yang penting dan selalu diabaikan dalam melihat regulasi adalah bahwa tidak mungkin regulasi disusun oleh orang yang tidak cakap pada bidangnya. Regulasi, secara positif, diyakini disusun oleh sekelompok tim ahli dan berpengalaman serta dilegal formalkan oleh pejabat yang berwenang pada bidangnya.

Dengan perspektif positif tersebut, maka pikiran kita akan terbuka dan tersinari untuk menemukan berbagai hal filosofis-mendalam yang hendak disampaikan oleh setiap regulasi melalui norma-normanya yang tertulis ringkas-padat. Berbagai tujuan yang lebih luas dan terkonfirmasi secara integratif antar berbagai regulasi akan didapatkan setelah tiap norma dalam regulasi dikaji secara seksama.

NILAI DASAR ASN

Kembali ke diskusi tentang "batasan tertentu" bagi ASN dalam menggunakan hak politiknya. Sekali lagi, regulasi ini pun tidak hadir begitu saja tanpa maksud. Perhatikan baik-baik berbagai premis yang mendeskripsikan sejatinya ASN dalam hubungannya dengan politik digali dari Nilai Dasar ASN sebagaimana tercantum dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparat Sipil Negara Pasal 4.

Pertamaseorang ASN harus memegang teguh ideologi Pancasila. Jelas bagian ini mudah dipahami karena pancasila sudah menjadi komitmen luhur kita bersama. ASN maupun Non-ASN harus memegang teguh pancasila sebagai dasar negara dan falsafah hidup berbangsa dan bernegara. 

Kedua, setia dan mempertahankan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta pemerintahan yang sah. Mungkin pada bagian kedua ini, mulai terasa ada pikiran terbelah. Jika klausul pertama, yakni kesetiaan untuk mempertahankan UUD 1945 mudah dipahami, tapi tidak demikian dengan sikap pada klausul yang kedua (pemerintahan yang sah). 

Jika serampangan dipahami, maka klausul kedua ini (setia dan mempertahankan pemerintahan yang sah) bisa dianggap bahwa ASN digiring untuk mendukung rezim yang berkuasa yang kemudian 'digoreng' menjadi dukungan pada personal presiden, bahkan bisa jadi ASN dituduh partisan partai politik pendukung presiden. 

Anggapan dan tuduhan ini jelas keliru, karena kesetiaan dan mempertahankan pemerintahan yang sah itu merupakan satu paket dengan kesetiaan dan mempertahankan UUD 1945. Maksudnya, kesetiaan dan mempertahankan UUD 1945 adalah kesetiaan dan mempertahankan berbagai amanat dalam UUD 1945 yang salah satunya adalah kesetiaan pada dan mempertahankan pemerintahan yang sah ditambah lagi dengan fakta hukum bahwa pemerintahan yang sah adalah pelaksana UUD 1945. Setianya ASN itu pada pemerintahan yang sah, bukan pada personal presiden atau partai politik pendukung presiden. ASN wajib mempertahankan pemerintahan yang sah, bukan mempertahankan presiden, bukan pula menjadi pendukung partai politik yang mendukung presiden.

Nilai dasar ASN yang ketiga, ASN harus mengabdi kepada negara dan rakyat Indonesia. Pada titik ini, mulai terpahami bahwa ASN tidak bisa berpihak ke salah satu dari dua entitas negara dan rakyat. Bagi ASN, negara dan rakyat bukan entitas yang dapat diperhadap-hadapkan. Negara dan rakyat adalah satu tarikan nafas pengabdian bagi ASN. Negara dibentuk untuk mensejahterakan rakyatnya dan rakyat bersatu-padu mempertahankan negaranya.

Keempat, ASN harus menjalankan tugas secara profesional dan tidak berpihak. Sampai pada titik ini, semakin jelas posisi ASN yang diwajibkan untuk bertugas sesuai dengan regulasi dan kebijakan yang berlaku dan diberikan hak atas pengabdiannya itu serta diberikan tekanan bahwa pelaksanaan tugasnya itu tanpa berpihak pada golongan dan kelompok tertentu.

Profesional dimaknai sebagai melaksanakan sesuatu berdasarkan pada regulasi dan kebijakan dengan konsekuensi hak dan kewajiban atas apa yang dilaksanakannya. Bersikap tidak berpihak sesungguhnya bagian dari profesionalitas, akan tetapi pada nilai dasar ASN sikap tidak berpihak itu dieksplisitkan guna memberikan penekanan betapa pentingnya sikap tidak berpihak bagi pola layanan ASN. 

GARIS MERAH

Selain nomor 1 s.d. 4 tersebut diatas, masih ada nilai dasar ASN yang lainnya yaitu membuat keputusan berdasarkan prinsip keahlian dan  menciptakan lingkungan kerja yang nondiskriminatif. Namun, kita coba buat garis merahnya bahwa ASN pada dasarnya adalah bekerja untuk negara dan seluruh warganya tanpa membeda-bedakan, sedangkan politik praktis mengasumsikan keberpihakan pada kelompok tertentu dengan target tujuan tertentu yang spesifik dalam kaitan dengan kepentingan partai politiknya.

Sebagaimana ASN, partai melalui jalur politik praktis pun mengusung jargon melayani masyarakat yang menyampaikan aspirasi kepadanya. Namun, mesin partai memiliki mekanisme tertentu di dalamnya yang menggodok dan mengkaji berbagai dinamika yang berkembang di tengah masyarakat untuk kemudian disajikan dalam pilihan sikap politik tertentu untuk selanjutnya diperjuangkan dalam berbagai mekanisme politik.

Sedangkan ASN melayani masyarakat dengan berpegang teguh pada undang-undang, peraturan pemerintah dan berbagai regulasi lainnya yang kemudian dilaksanakan dengan berpedoman pada peta proses bisnis dan SOP yang juga diatur secara teknis di internal birokrasi.

Pada dua konteks tersebut, pelayanan publik yang dilakukan oleh partai politik dengan yang disajikan oleh birokrasi dengan ASN di dalamnya akan berpotensi untuk beriringan dan bersebrangan. ASN tidak bekerja untuk meraih dukungan, sedangkan partai selalu memiliki kalkulasi panjang yang berujung pada dukungan politik. ASN tegak lurus pada kebijakan pimpinan birokrasi dibawah komando peraturan perundang-undangan, sedangkan partai politik mendorong perubahan kondisi masyarakat ke arah yang menurut makanisme kepartaian adalah kondisi yang terbaik bagi masyarakat. 

Perbedaan pandangan antar partai politik adalah nafas bagi politik praktis untuk kemudian "dikontestasikan" dalam mekanisme politik, sedangkan ASN dari pusat sampai daerah bergerak pada nilai dasar dan tujuan yang sama yaitu pelayan masyarakat. 

Ketika alur yang ditempuh oleh birokrasi bersama ASN didalamnya ternyata beriringan dengan partai politik tertentu, tidak kemudian mudah divonis bahwa ASN berpolitik praktis karena bisa jadi partai politik tertentu dalam tema-tema tertentu setuju dengan langkah yang dipilih oleh birokrasi. Demikian pula sebaliknya. Ketika partai politik tidak bersepakat dengan pilihan kebijakan yang ditetapkan birokrasi, bukan berarti birokrasi "disetir" oleh partai politik lainnya. Akan tetapi bisa jadi ada partai yang memiliki kepentingan yang sama dengan kebijakan birokrasi.

Kepentingan partai dirumuskan dalam mekanisme politik di internalnya, sedangkan kebijakan birokrasi bersama ASN didalamnya dirumuskan berdasarkan logika dan perangkat birokrasi yang berlaku. Entitas politik praktis dan birokrasi akan bertemu saat penetapan garis kebijakan pemerintah yang memang harus mendapatkan persetujuan legislatif yang terdiri dari partai politik sebagai wakil rakyat.

Kembali ke relasi nilai dasar ASN dengan politik, pada dasarnya bukan hal yang berbenturan dan tidak perlu dibentur-benturkan karena dua-duanya sesungguhnya bergerak menuju tujuan yang sama yaitu kehidupan kenegaraan dan kebangsaan yang demokratis, adil. makmur, sentosa dan berkemajuan. Titik tekannya adalah bahwa ASN harus tegak lurus pada nilai dasarnya yang tidak memungkinkan untuk dapat dilaksanakan jika bersangkut-paut dengan politik praktis. Nilai dasar inilah yang membuat ASN melayani semua garis kepentingan tanpa membeda-bedakan.

Penerapan nilai dasar ASN ini akan mengarahkan seluruh ASN pada fungsinya, yaitu pelaksana kebijakan publik, pelayan masyarakat, dan perekat dan pemersatu bangsa. Demikian Pasal 10 UU ASN Nomor 5 tahun 2014 menegaskan.

Tabik,
WHS 

Tidak ada komentar:

Gaya Melampaui Fakta

Perlu dinyatakan terlebih dahulu bahwa catatan ini bukan tentang dogma agama tentang takdir yang sepenuhnya hak Tuhan Yang Maha Kuasa. Ini a...