Rabu, 01 September 2021

Pemuji Orang yang Sudah Dikubur

"Jangan menjadi madahil qubur!" Demikian tegas Mawlana Abah Luthfi bin Yahya mengajarkan. Madah pakai ha bukan kha, orang yang memuji-muji. al-Qubur, orang yang sudah dikubur. Saat seseorang sudah wafat, kita puji-puji akhlaknya, perjuangannya, dan berbagai kesan lainnya, bahkan jauh-jauh pun kita datangi kita ziarahi. Lalu mengapa saat beliau masih hidup bersama, kita tidak sempat menemuinya bahkan hanya sekedar menyebarluaskan kebaikannya pun tidak? Sekali lagi, jangan menjadi madahil qubur! 

Maulana Habib Luthfi bin Yahya sangat populer dengan kebiasaannya mengunjungi (ziarah) tempat dimakamkannya orang-orang mulia. Banyak sekali penjelasan beliau dengan berbagai konteks beragam tentang kebiasaan ziarah yang beliau sukai tersebut. Namun, pada salah satu penjelasannya tetiba beliau mengangkat tema tentang adanya fenomena madahil qubur. 

Madahil kubur adalah sekelompok orang yang selalu memuji-muji orang yang sudah wafat (dikuburkan), namun anehnya ia justru selalu mudah menemukan kesalahan seseorang ketika masih hidupnya. Termasuk madahil kubur adalah sekelompok orang yang suka menziarahi kuburan seseorang, padahal disaat orang tersebut masih hidup tidaklah dikunjunginya.

Misalkan, siapapun diantara kita yang saat ini orang tuanya masih hidup, kunjungilah dan temui serta muliakanlah beliau. Jangan kemudian kita baru mengunjungi, menemui, dan memuliakan orang tua kita justru hanya setelah beliau meninggalkan kita.

Pada contoh yang lebih luas, guru. Sosok yang menjadi rujukan kita saat hendak memahami sesuatu yang tidak kita pahami. Jangan kemudian kita terfokus menziarahi guru-guru kita yang sudah wafat, tetapi pada saat yang sama justru kita mengabaikan keadaan guru-guru kita yang masih hidup. 

Ziarahi makam dimana guru kita dikuburkan, tetapi jangan lupa untuk sowan ke guru kita yang masih hidup. Bacakan sebaris do'a yang dipersembahkan untuk beliau-beliau yang sudah beristirahat di alam barzakh, tetapi juga antarkan sepaket souvenir untuk memuliakan beliau-beliau dan keluarganya yang masih hidup.

Penjelasan Mawlana Abah Habib Luthfi bin Yahya Pekalongan tentang madahil kubur ini, sungguh menjadi rem pakem bagi para sarkub (baca: sarjana kuburan) amatiran yang membangga-banggakan hobby-nya berziarah qubur. Seolah semakin banyak kuburan awliya yang diziarahi menjadi semakin mulia dan tinggi kualitas dirinya. Namun pada saat yang sama, mereka lupa untuk lebih memperbesar ruang menziarahi para tetua dan alim ulama yang saat ini masih hidup. 

Alih-alih mendengarkan tawsiyah dari para ulama yang masih hidup, para sarkub ini justru tenggelam dalam kekhusyukan dirinya menziarahi para ulama yang sudah wafat. Tidak salah kita berziarah qubur, tetapi sowani pula beliau-beliau yang saat ini masih hidup. 

Sudah kewajiban kita untuk menyebut-nyebut kebaikan dari orang yang sudah wafat, tetapi kita pun diwajibkan untuk menyembunyikan kekurangan (satr al-uyub) dari orang-orang yang masih hidup.

Demikianlah uraian tentang madahil kubur yang intinya adalah menyeimbangkan pola sikap kita pada kehidupan dan kematian.

Wa ilayhil musta'an

Tidak ada komentar:

Gaya Melampaui Fakta

Perlu dinyatakan terlebih dahulu bahwa catatan ini bukan tentang dogma agama tentang takdir yang sepenuhnya hak Tuhan Yang Maha Kuasa. Ini a...