Kamis, 04 April 2024

KUA: UPT Rasa DITJEN

KUA atau Kantor Urusan Agama adalah Unit Pelaksana Teknis pada Kementerian Agama. Bahkan, KUA adalah UPT yang bukan satuan kerja. Jika memahami ketentuan tentang UPT, seharusnya KUA berstatus satuan kerja. Tapi uniknya, dalam PermenPANRB Nomor 2 Tahun 2023, malah keselip pengertian tentang UPT yang tidak men-state "satuan kerja", what a coincident!. What ever is it, inilah KUA, UPT yang non-satker. DIpercepat ya... yang lebih menarik adalah ketika kita masuk lebih dalam ke desain kelembagaan KUA, luar biasa setup nya justru berasa miniatur direktorat jenderal (bahkan kementerian). Ini yang hendak kami ajak pembaca untuk lari cepat, mengenal KUA lebih dan lebih dalam.

Supaya tidak shock karena gaya nulisnya serampangan, ya emang blog gratisan ini didekasikan untuk menyampaikan uneg-uneg secara bebas merdeka tanpa terjerat oleh kaidah kebahasaan yang rigid dan butuh edit atau proof reader. No, this is my zone, i'll write what I wanna write it. So, welcome to my home(page).

Tentang KUA dan Revitalisasinya

Cerita panjangnya bermula dari KUA yang di-play setan-kan dengan akronim Kantor Urusan Asmara akibat terlalu populernya KUA dengan urusan pernikahan. Tidak salah sama sekali, benar bahwa KUA memang dalam sejarah lebih panjangnya dimulai dengan layanan pernikahan. Sebelum ada KUA, sudah ada penghulu, sebuah sebutan untuk seorang tokoh agama yang memiliki otoritas untuk menikahkan. Bahkan sebelum ada Indonesia, pada zaman dahulu kala ketika masih era kerajaan (sekarang sudah ngga kerajaan kan ya, hehe) para penghulu bertugas menikahkan warganya.

Waktu berjalan, zaman bergulir, ringkas cerita tata kelola urusan agama yang semula hanya mengelola pernikahan pun kemudian melahirkan Departemen Agama sejak awal kali NKRI berdiri yang kini disebut Kementerian Agama. Banyak catatan yang di-skip disitu yang kalau kita urai membuat kita berkesimpulan bahwa cikal bakal Kementerian Agama adalah KUA.

Lari cepat lagi nih ya, kini di era kepemimpinan Gus Yaqut Cholil Qoumas atau akrab disapa GusMen, KUA menjadi salah satu target program prioritas Menteri Agama dengan platform Revitalisasi KUA. Bahkan menurut tuturan orang sekitar GusMen, Revitalisasi KUA merupakan program prioritas kelas assabiqunal awwalun alias muncul pada masa-masa awal GusMen menjadi Menteri Agama (GusMen menjadi Menteri Agama pada 22 Desember 2020). 

Artinya, GusMen benar-benar cepat memahami bahwa untuk penyediaan layanan langsung bagi masyarakat, bahasa beliau yang paling nendang itu ya memperkuat KUA. Akhirnya, dalam waktu hanya 5 bulan, rumusan dan show casing Revitalisasi KUA dilaunching, tapatnya pada 29 Mei 2021 diikuti dengan penetapan KMA Nomor 758 Tahun 2021 tentang Revitalisasi KUA yang ditandatangani GusMen pada tanggal 22 Juli 2021.

Signifier Revitalisasi Kelembagaan KUA

Revitalisasi KUA menurut saya, atau setidaknya perspektif kelembagaan adalah perubahan desain kelembagaan KUA yang diperkuat pada kapasitas organisasi, SDM, dan sistem kerjanya agar lebih kompatibel pada diversifikasi fungsi, lebih inklusif pada dinamika sosial, serta lebih agile dalam penyediaan layanan sebagai mantra utamanya. 

Tidak ada yang benar-benar baru dalam gagasan ini, karena sesungguhnya tuntutan, perintah, atau amanat untuk melakukan revitalisasi kelembagaan KUA sudah terus menerus digaungkan sejak lama sehingga bagi para pejabat teknis saat ini tidak perlu memproklamirkan "I'm the man", not you are not. Sebab, revitalisasi KUA adalah gagasan akumulatif yang prosesnya sudah sedemikian panjang dan fire lighter-nya sudah lama dinyalakan meskipun masih dengan jargon pemberdayaan KUA, pemberdahsyatan KUA, transformasi KUA, dan pusaka sakinah. 

Mungkin yang lebih nyaman, you are part of this long track. Sehingga terkadang saya sebut strategi paling jitu saat ini mengelola revitalisasi KUA adalah menjaga ittishal al-sanad!

Jika signifier dari revitalisasi KUA itu diversifikasi fungsi, sejak lama sesungguhnya KUA telah dibebani dan melaksanakan berbagai fungsi. Lalu bagaimana dengan ide KUA untuk semua agama, ini pun sama. Isu yang timbul tenggelam seiring dinamika sosial, namun tidak pernah ada ujungnya. Tapi jika KUA dijadikan major dari program prioritas Menteri Agama, nah ini baru the real signifier. Tidak pernah ada sebelumnya pernyataan jelas dan tegas tentang posisi KUA sebagai backbone bagi Kementerian Agama, kecuali di era GusMen sekarang ini.

Namun, saya pinjam bahasa GusMen, Revitalisasi KUA bakal nendang tafsir kelembagaannya diarahkan pada konsolidasi fungsi dan organisasi guna meoptimalkan kompatibilitas, inklusivitas, dan agility pada desain kelembagaan KUA agar sepenuhnya KUA didedikasikan pada pelayanan bagi masyarakat yang disajikan pada baris terdepan, yaitu di tingkat kecamatan.

Skema kelembagaan KUA harus diarahkan untuk mengoptimalisir seluruh layanan keagamaan, bukan hanya pencatatan nikah saja; memaksimalkan ketersediaan SDM dengan penguatan kualifikasi dan kompetensinya dalam pelayanan publik; mensistematisir pola kerja KUA yang lebih proaktif, digital based, dan borderless; serta menginisiasi peran KUA sebagai rumah moderasi beragama.   

UPT Rasa DITJEN

Mengelola kelembagaan KUA berasa mengelola Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam. In short, KUA ini statusnya UPT tapi rasanya selevel DITJEN! Cerita bermula dari KUA yang diplesetkan menjadi Kantor Urusan Asmara alias tempat mengurus hal ihwal terkait pernikahan. Sesungguhnya, popularitas KUA sebagai balai nikah tidak perlu mengagetkan, toh sejak mula sejarah KUA memang kental dengan mandat untuk mencatatkan nikah (lebih spesifik, umat Islam). Tuanya sejarah KUA lekat dengan pernikahan sama tua dengan sejarah penghulu yang sanad historisnya sampai ke era kerajaan nusantara. 

Dari "beban" historis KUA sebagai balai nikah inilah kemudian dinilai menyempitkan peran KUA yang bisa lebih dari sekedar itu. Ringkas cerita, KUA menjalankan berbagai fungsi layanan keagamaan yang tidak hanya seputar dunia pernikahan. Perluasan fungsi dan penguatan pada perluasan fungsi KUA inilah yang kemudian menjadi fire lighter dari UPT rasa DITJEN. Karena dengan fungsi yang variatif, maka pola pembinaan KUA harus melibatkan unit kerja yang menjadi sumber dari fungsi yang kemudian menjadi fungsi KUA. Akhirnya, banyak unit kerja pada tingkat pusat yang terhubung secara fungsional pada KUA.

Jika fungsi pada KUA bersumber dari fungsi yang berada pada berbagai direktorat pada Ditjen Bimas Islam, maka membina KUA sama halnya dengan memperkuat konsolidasi fungsi pada tingkat Direktorat Jenderal. Lalu bagaimana mungkin berharap KUA lebih baik di masa depan jika konsolifdasi fungsi pada tingkat Ditjen nya tidak dilakukan, sebagaimana halnya dengan apa yang menghambat untuk menyebut KUA adalah UPT dengan citarasa DITJEN. This is it!

Terbaru, sudah lebih dari sebulan yang lalu (saat tulisan ini dibuat), GusMen menyatakan keinginannya untuk menyediakan KUA menjadi tempat pencatatan nikah bagi semua agama. Nah! jalan pun makin panjang....

- oOo -

Kalau sudah begini apa yang akan kita lakukan? Mundur surut ke belakang, tegak berdiri tak beringsut dari rutinitasnya, diam tanpa kata dan bahasa, atau maju ke depan terus bergerak untuk masa depan layanan keagamaan yang lebih nyata manfaatnya bagi masyarakat? Jelas dan tegas ini bukan pertanyaan tapi pernyataan. Keep move!

'Asyrul awakhir fi ramadhan....

Wassalam

Tidak ada komentar:

Gaya Melampaui Fakta

Perlu dinyatakan terlebih dahulu bahwa catatan ini bukan tentang dogma agama tentang takdir yang sepenuhnya hak Tuhan Yang Maha Kuasa. Ini a...